Jumat, 26 Juni 2015

Melubernya Limbah Tambang Milik Perusahaan Bakrie Group


SAMARINDA - Melubernya limbah tambang milik perusahaan Bakrie Group, PT Kaltim Prima Coal (KPC) ke Sungai Sangatta membuat sejumlah warga Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim) resah. Pasalnya, limbah yang hanyut mengandung bahan yang tak bersahabat dengan tubuh.

Pembantu Dekan I, Fakultas Kesehatan Masyarakat (Kesmas), Universitas Mulawarman, Blego Sedionoto menuturkan, kandungan logam berat yang dibawa limbah tambang berdampak menurunkan tingkat kecerdasan pada anak. 

Tidak hanya itu, limbah tambang yang larut di sungai berakibat iritasi kulit jika digunakan langsung oleh masyarakat.


“Dampak langsungnya yakni penyakit jenis dermatitis non infeksionis atau iritasi kulit. Tapi logam berat misalnya Pb (timbal) bisa menurunkan intelegensia. Misalnya, anak yang tadinya pintar di kelas 4 SD, tapi kemampuan akademiknya menurun pas SMP. Dampaknya degradasi memori,” kata Blego, Sabtu (17/1/2015).

Blego menjelaskan, data mengenai penderita dermatitis non infeksionis bisa dilihat di Puskemas di sekitar daerah yang tercemar limbah tambang. 

“Kalau sampai air yang tercemar ini digunakan untuk mengolah minuman dan makanan, ini yang harus dikhawatirkan,” timpal Blego.

Sungai yang tercemar limbah tambang, kata Blego, memiliki Ph (keasaman) yang rendah. Aneka logam berat yang berbahaya bagi kesehatan misalnya Besi (Fe), Mangan (Mn), (timbal) Pb, juga terlarut dalam limbah tambang.

“Jika kandungan logam beratnya sangat tinggi, dampaknya bisa langsung yakni keracunan,” sebutnya.

Masyarakat, kata Blego, terkadang tidak menyadari dampak logam berat dalam tubuh. Bagi yang memiliki daya tahan tubuh baik, lanjut Blego, logam berat akan terakumulasi menjadi penyakit karsinogenik, misalnya kanker.

“Kadang kita sering pusing atau sakit kepala. Tapi tidak tahu penyebabnya apa. Bisa jadi itu paparan logam berat,” ujar Blego.
Yang berbahaya, sebut Blego, logam berat tidak memengaruhi kejernihan air. “Masyarakat kita kulturnya masih banyak yang menggunakan air sungai. Saat air keruh, mereka tidak menggunakan. Tapi saat air jernih mereka akan gunakan kembali. Padahal, air jernih tidak jaminan,” ungkapnya.

Tingkat tercemarnya sungai, menurut Blego harus diukur secara pasti di laboratorium. 

“Universitas Mulawarman punya sumber daya alat dan manusia yang bisa mengukur tingkat pencemaran air. Kalau untuk limbah tambang, munkin kita perlu waktu tiga hari untuk mengetahuinya. Paling lama sepekan,” jelasnya.

Blego juga menjelaskan cara menangani air sungai yang terpapar limbah tambang. 

Bahan Sederhana Bisa Turunkan Kandungan Logam Berat di Air.

Dia menyebutkan, mengurangi kandungan logam berat dalam air bisa dilakukan bahan-bahan sederhana seperti penggunaan arang dari tempurung kelapa, tanah liat yang dipanaskan sampai 105 derajat, ijuk, sisa genteng dan batubata, batu kerikil sungai, pasir, dan batu zeolite.

“Bahan-bahan ini bisa digunakan sebagai filter air secara berlapis. Misal, pasir, ijuk, dan batu kerikil pada lapisan atas. Kemudian arang dari tempurung, genteng, batu bata di lapisan bawah. Batu Zeolite bisa digunakan di lapisan berikutnya,” katanya.

Namun dia mengingatkan, perlakuan terhadap air seperti ini harus dilakukan berulang baru air bisa digunakan. 

Tapi untuk memastikan air bebas kandungan logam berat, harus tetap diteliti di laboratorium.

Sebelumnya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur menemukan tingkat kekeruhan Sungai Sangatta yang sangat tinggi pada akhir November 2014 lalu. Mereka lalu melakukan penelusuran dan uji laboratorium kadar air sungai.

Hasilnya, tim penelusuran menemukan penyebab pencemaran setelah menelusuri Sungai Bendili, anak Sungai Sangatta.
Sungai Bendili berhulu di aktivitas pertambangan batu bara milik KPC. Di sini merupakan kawasan Pit Pelikan SP, dan menjadi pintu air terakhir sebelum dilepas ke Sungai.

daerah.sindonews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar